membiarkan pikirku menari sesukanya

Kemarin gw menonton acara bincang-bincang di salah satu stasiun TV dengan Mantan Presiden RI ke tujuh, bapak B.J. Habibie. Beliau menceritakan hubungannya dengan (Alm) Ibu Ainun. Iya, bukan cerita baru. Film tentang mereka berdua sudah menjadi salah satu film paling laris di sejarah film indonesia, jadi sudah banyak yang hapal garis besar ceritanya.

Filmnya banyak menuai komen, selain pujian yang sejuta, ada juga yang berkomentar bahwa film itu lebih menitikberatkan pada Pak Habibie, Ibu Ainun seperti certa tambahan yang disisipkan saja. Kalau untuk gw pribadi hal ini wajar, kan narasumber film adalah Pak Habibie seorang. Sepertinya ada maksud untuk mengklarifikasi beberapa berita yang dulu gencar terdengar saat beliau tengah menjabat. Setelah menonton film, komentar orang pun sama, ‘Ya ampun, Pak Habibie keren banget, bisa segitunya sama istrinya’ kurang lebih begitu.

Tapi di sini gw bukan ingin membahas filmnya. Yang ingin gw bahas di sini adalah respon dari timeline twitter gw selama acara berlangsung, yaitu tentang respon orang-orang terhadap kisah hidup pasangan yang sangat inspiratif ini. Selama acara ini tengah ditayangkan, banyak yang mengutip kata-kata Pak Habibie, dan memuji beliau yang begitu mencintai istrinya, kebanyakan cewe-cewe. Nampaknya sambil berharap pasangan mereka juga akan melakukan hal yang sama. Curiga quotes di timeline itu sekalian nyindir. Jadi cara baca tiap quote dan pujian untuk Pak Habibie adalah: Tuh, kamu kayak gitu dooong. Hahahahaha

Padahal menurut gw, reaksi Pak Habibie terhadap Ibu Ainun itu adalah hal yang sangat wajar . Memang sih beliau adalah orang yang sangat loyal terhadap pasangan, dan komit dengan ucapannya. Bagian yang paling sweet dari film itu menurut gw adalah bagaimana dua orang punya janji di awal hubungan untuk selalu mendampingi dan menjadi pasangan terbaik, mampu memenuhi janji hingga akhir. Maksud gw dengan reaksi Pak Habibie wajar adalah she (ibu Ainun) earned it, she deserves it.

Kita berharap pasangan kita secinta itu ke kita, tapi apa mau membayar dan berjuang dalam mendampingi seperti Ibu Ainun? Gw coba jabarkan ya.. pake poin biar lebih rapi

  1. Bu Ainun lulusan kedokteran, dimana menjadi dokter adalah passionnya. Sejak kecil beliau bercita-cita menjadi  dokter. Setelah menikahi pak Habibie beliau rela melepas cita-citanya dan diboyong ke Jerman. Berapa banyak dari kita yang mau melepas impian personal untuk mendampingi pasangan?
  2. Mendampingi saat keuangan jauh dari mapan. Kontrakan super sempit, uang pas-pasan, dan yang dikeluhkan adalah ‘aku jadi beban kamu di sini’ bukannya ‘kamu gimana sih, masa cari uang aja ga bisa’.. permintaanya adalah ‘aku pulang ya, biar ga jadi beban kamu’ bukannya ‘sudahlah, pulangkan saja aku ke kedua orang tuaku’ (jadul ya gw)
  3. Melepas pekerjaan saat merasa anak menjadi kurang terurus, padahal lagi asik-asiknya kerja. (iya jangan protes, yang ini mah semua ibu pasti sama ya) hehehe..
  4. Mendukung pasangan dengan sepenuh hati. Tidak mengeluhkan pasangan yang sibuk dengan pekerjaannya. Yang dikeluhkan adalah pasangan tidak menjaga kesehatan dengan baik. Kalau kita, pasangan lagi sibuk kerja, udah ngambek. Dibilang ga perhatian lah, udah ga sayang lagi lah.
  5. Mengingatkan pasangan ketika banyak orang yang mencoba menyuap. Bukan malah keasikan dapat hadiah barang-barang branded. Beliau menjaga pasangan dengan caranya sendiri, sweet  🙂
  6. Tegas di satu sisi, dan sangat nurut di sisi lain dengan pasangan. Banyak dia antara kita yang bisa tegas, tapi jadinya kurang ajar sama pasangan. Atau nurut tanpa bisa berpendapat dengan pasangan.
  7. Sakit dan sama sekali tidak mengeluh, saking tidak ingin membuat pasangan khawatir. (sebenernya jangan gitu juga, cuma keren aja pas tau kalau sakit dan Ibu Ainun bilang ‘Negara ini sedang butuh suamiku’ sempet-sempetnya)

Kurang lebih itu yang bisa gw tangkap dari film Habibie Ainun. Jadi, sudah proper kah kita menyindir pasangan karena tidak bersikap seperti Pak Habibie? 😉

Leave a comment